Mengenal Sejarah Singkat Tari Ketuk Tilu
Tari ketuk tilu sangat melekat dengan masyarakat Jawa Barat. Bahkan tarian tersebut dipandang sebagai cikal bakal lahirnya Tari Jaipong.
Istilah ketuk tilu berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning. Alat musik tersebut dipukul tiga kali sebagai isyarat untuk instrumen lainnya seperti rebab, kendang besar, kendang kecil, dan gong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekadar instrumental saja.
Menurut catatan sejarah, masyarakat Sunda zaman dahulu mementaskan tarian ini sebagai bentuk kegembiraan dan wujud rasa syukur untuk menyambut datangnya panen padi. Kegembiraan tersebut dapat dilihat dari gerakan, alat musik pengiring, maupun ekspresi para penarinya.
Tari ketuk tilu bahkan diawali musik pengiring untuk mengumpulkan penonton terlebih dahulu. Setelah para penonton berkerumun, barulah para penari memasuki area pementasan.
Dalam tari ketuk tilu, ada beberapa gerakan yang dibawakan. Gerakan yang dimaksud yaitu goyangan, muncid, pencak, geol, dan juga gitek. Beberapa gerakan tersebut juga memiliki nama seperti lengkah opat, bajing luncat, ban karet, depok, dan sebagainya.
Dalam pertunjukan, biasanya lagu-lagu yang dialunkan adalah Kidung, Emprak, Polos Tomo, Naek Geboy, Berenuk Mundur, Kaji-kaji, Tunggul Kawung, Renggong Buyut, Awi Ngarambat, dan lain-lain. Lirik lagu yang dimainkan bernuansa ceria dan gembira karena menyesuaikan konsep tari ketuk tilu yaitu untuk tarian pergaulan sekaligus hiburan di acara-acara hajatan.
Tari ketuk tilu sendiri merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang mandiri. Artinya, tidak terikat atau bukan merupakan bagian dari cabang kesenian lain.
Di Jawa Barat, tari ketuk tilu dikembangkan masuk dalam beberapa pertunjukan seperti Ronggeng Gunung (Ciamis), Banjet (Karawang dan Subang), serta Topeng Betawi (Jabodetabek). Bahkan ketuk tilu juga menjadi bagian dari suatu pertunjukan teater Ubrug asal Provinsi Banten.
Dok cover foto: seringjalan.com
Penulis: Bagusthira Evan Pratama